HAITI -- Korban gempa berkekuatan 7,0 skala richter (SR) di Haiti terus bertambah. Hingga Sabtu 16 Januari, jumlah korban diprediksi telah mencapai 200 ribu jiwa.
Sekretaris Negara untuk Keamanan Umum, Aramick Louis mengatakan, sekitar 40 ribu mayat telah dikuburkan. Jika perkiraan jumlah korban tewas itu akurat, gempa yang mengguncang Haiti pada Selasa lalu itu menjadi salah satu dari 10 gempa paling mematikan yang pernah tercatat dalam sejarah.
Bandar udara, Toussaint L'Ouverture International Airport yang merupakan pintu utama masuk ke negara itu diambil alih untuk sementara pemerintah Amerika Serikat (AS).
Juru Bicara Amerika Serikat, PJ Crowley mengatakan, penanganan bandara tersebut akan dilakukan AS selama roda pemerintahan di Haiti belum normal. Pengambilalihan ini ditandai lewat perjanjian kerja sama antara AS dan Perdana Menteri Haiti, Jean Max Bellerive.
"Kami akan menjamin penanganan bandara selama itu diperlukan. Hal ini akan dilakukan sampai pemerintah Haiti mampu dan siap melanjutkan pengelolaan bandara," kata Crowley seperti yang dilansir Reuters, Sabtu,16 Januari.
Pengelolaan bandara merupakan kunci masuknya bantuan bagi para korban gempa di Haiti. Selama ini bantuan obat dan makanan sempat terhambat akibat minimnya fasilitas bandara. Sejumlah pesawat pengangkut bantuan bahkan terpaksa harus berputar-putar dulu untuk menunggu giliran mendarat.
Sejumlah fasilitas bandara juga rusak akibat gempa. Kondisi landasan yang sempit juga sempat merepotkan pesawat jumbo yang membawa kargo bantuan.
Prihatin dengan kondisi seperti itu, pasukan udara AS langsung mengirim tim sejak Rabu 13 Januari lalu. Mereka bekerja sama dengan Federasi Penerbangan Haiti untuk memperbaiki sistem navigasi dan komunikasi. Tim juga mulai memperbaiki landasan dan mengorganisir jadwal penerbangan.
Namun, penanganan yang dilakukan AS belum bisa memperbaiki sepenuhnya arus lalu lintas pesawat. Sejumlah penerbangan tetap masih terbatas. Sebagian ada yang dialihkan ke bandara di Republik Dominika dan Florida.
Tiga hari setelah gempa itu, penduduk Port-au-Prince, sebelum gempa berjumlah 2 juta jiwa, mulai frustrasi dan marah akibat kekurangan makanan dan air bersih. Sementara bau busuk kian menyengat karena mayat-mayat yang bergelimpangan lebih cepat membusuk akibat sengatan matahari tropis.
Penjarah yang menenteng senapan juga menebar ketakutan baru di jalan-jalan kota itu, tepat bersamaan dengan kedatangan tentara AS yang akan mulai mengalirkan berton-ton bantuan.
Presiden Haiti, Rene Preval dan Perdana Menteri, Jean-Max Bellerive untuk sementara tinggal di markas polisi dan terus melakukan koordinasi untuk meredam aksi kekerasan di negara miskin yang sering dilanda bencana dan konflik politik itu. "Saya tidak punya rumah, tidak punya telepon, di sinilah tempat saya sekarang," kata Preval yang masih shock dan rumah jabatannya ambruk.
Untuk sementara pusat kepresidenan dan pemerintahan dipindahkan ke barak-barak polisi. "Agar lebih dekat dengan para mitra internasional kami," tutur Presiden Rene Preval dari kantor sementaranya yang tak ber-AC tetapi masih diamankan dua penjaga.
Preval meminta rakyat bersabar dan tak menuduh pemerintah lalai bekerja. "Tak ada yang sendiri dalam situasi ini. Saya mengerti banyak orang menderita karena kerabatnya masih tertimbun, tapi mereka harus mengerti bahwa ada ribuan orang yang sama kesulitannya.
Tak pantas menggunakan penderitaan rakyat ini demi mencetak skor politik," ujar Rene Preval menanggapi kritik yang beredar bahwa pemerintah kurang cepat membawa bantuan.
Dari New York, Amerika Serikat, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon berjanji akan melakukan lawatan ke Haiti, hari ini (Minggu, 17 Januari). Kunjungan ini sebagai ungkapan solidaritas kepada korban gempa di negara itu.
Sekretaris Negara untuk Keamanan Umum, Aramick Louis mengatakan, sekitar 40 ribu mayat telah dikuburkan. Jika perkiraan jumlah korban tewas itu akurat, gempa yang mengguncang Haiti pada Selasa lalu itu menjadi salah satu dari 10 gempa paling mematikan yang pernah tercatat dalam sejarah.
Bandar udara, Toussaint L'Ouverture International Airport yang merupakan pintu utama masuk ke negara itu diambil alih untuk sementara pemerintah Amerika Serikat (AS).
Juru Bicara Amerika Serikat, PJ Crowley mengatakan, penanganan bandara tersebut akan dilakukan AS selama roda pemerintahan di Haiti belum normal. Pengambilalihan ini ditandai lewat perjanjian kerja sama antara AS dan Perdana Menteri Haiti, Jean Max Bellerive.
"Kami akan menjamin penanganan bandara selama itu diperlukan. Hal ini akan dilakukan sampai pemerintah Haiti mampu dan siap melanjutkan pengelolaan bandara," kata Crowley seperti yang dilansir Reuters, Sabtu,16 Januari.
Pengelolaan bandara merupakan kunci masuknya bantuan bagi para korban gempa di Haiti. Selama ini bantuan obat dan makanan sempat terhambat akibat minimnya fasilitas bandara. Sejumlah pesawat pengangkut bantuan bahkan terpaksa harus berputar-putar dulu untuk menunggu giliran mendarat.
Sejumlah fasilitas bandara juga rusak akibat gempa. Kondisi landasan yang sempit juga sempat merepotkan pesawat jumbo yang membawa kargo bantuan.
Prihatin dengan kondisi seperti itu, pasukan udara AS langsung mengirim tim sejak Rabu 13 Januari lalu. Mereka bekerja sama dengan Federasi Penerbangan Haiti untuk memperbaiki sistem navigasi dan komunikasi. Tim juga mulai memperbaiki landasan dan mengorganisir jadwal penerbangan.
Namun, penanganan yang dilakukan AS belum bisa memperbaiki sepenuhnya arus lalu lintas pesawat. Sejumlah penerbangan tetap masih terbatas. Sebagian ada yang dialihkan ke bandara di Republik Dominika dan Florida.
Tiga hari setelah gempa itu, penduduk Port-au-Prince, sebelum gempa berjumlah 2 juta jiwa, mulai frustrasi dan marah akibat kekurangan makanan dan air bersih. Sementara bau busuk kian menyengat karena mayat-mayat yang bergelimpangan lebih cepat membusuk akibat sengatan matahari tropis.
Penjarah yang menenteng senapan juga menebar ketakutan baru di jalan-jalan kota itu, tepat bersamaan dengan kedatangan tentara AS yang akan mulai mengalirkan berton-ton bantuan.
Presiden Haiti, Rene Preval dan Perdana Menteri, Jean-Max Bellerive untuk sementara tinggal di markas polisi dan terus melakukan koordinasi untuk meredam aksi kekerasan di negara miskin yang sering dilanda bencana dan konflik politik itu. "Saya tidak punya rumah, tidak punya telepon, di sinilah tempat saya sekarang," kata Preval yang masih shock dan rumah jabatannya ambruk.
Untuk sementara pusat kepresidenan dan pemerintahan dipindahkan ke barak-barak polisi. "Agar lebih dekat dengan para mitra internasional kami," tutur Presiden Rene Preval dari kantor sementaranya yang tak ber-AC tetapi masih diamankan dua penjaga.
Preval meminta rakyat bersabar dan tak menuduh pemerintah lalai bekerja. "Tak ada yang sendiri dalam situasi ini. Saya mengerti banyak orang menderita karena kerabatnya masih tertimbun, tapi mereka harus mengerti bahwa ada ribuan orang yang sama kesulitannya.
Tak pantas menggunakan penderitaan rakyat ini demi mencetak skor politik," ujar Rene Preval menanggapi kritik yang beredar bahwa pemerintah kurang cepat membawa bantuan.
Dari New York, Amerika Serikat, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon berjanji akan melakukan lawatan ke Haiti, hari ini (Minggu, 17 Januari). Kunjungan ini sebagai ungkapan solidaritas kepada korban gempa di negara itu.
:'(







0 komentar:
Posting Komentar